Friday, 25 September 2020

Puan Tualang


"Menikahlah selagi orangtuamu masih sehat” katanya, sambil mengaduk kopi yang baru saja diantarkan oleh barista tampan di cafe biasa aku datang ini.

Aku akan menikah, saat tiba waktunya nanti” jawabku santai

Saat kedua orangtuamu sudah renta? Saat adikmu juga sudah menikah?”

“Hampir semua teman seumuranmu sudah menikah, bahkan banyak juga yang sudah mempunyai anak Ken!”

Bisakah kau berhenti memojokkanku seperti ini?
Aku tidak ingin menyakiti siapapun, Aku hanya ingin sendiri. Mendinginkan kepalaku, lepas dari jerat siapapun,” Jawabku kesal, lantas menyemburkan asap rokok ke arah sahabatku itu.

Siapa yang kau sakiti? Kamu selalu pergi kemanapun yang kau mau dengan alasan mendinginkan kepala. Apa yang sebenarnya kamu fikirkan? Kamu itu hanya kesepian, Ken!” 

Apa yang kurang darimu? Rumah, mobil, ketenaran, karir, semua sudah kau miliki. Lantas apa lagi? Itu yang kamu sebut terjerat?” dengan nada semakin tinggi dan nampak seperti ingin menelanku mentah-mentah, Maria menbantah semua alasanku tadi.
Sial, dia memang memiliki kemampuan lebih soal berbicara panjang lebar
 dibanding denganku.

Nampaknya dia lebih cocok menjadi seorang Lawyer atau penyiar radio saja ketimbang menjadi seorang designer.

Sudahlah. Tidak bisakah kau memelukku saja kemudian mendengarkan apa yang menjerit dalam dadaku ini? Atau paling tidak, jika kamu tidak dapat memahami, cukup diam dan duduk di sampingku. Kita nikmati kopi bersama, berbagi cerutu sebatang dan membicarakan dinia pada akhir zaman.” Aku seperti kehabisan kata untuk mmbuat Maria berhenti mendesakku

“Ken, kenapa kamu tidak pulang saja. Temui kedua orangtuamu”

“Lalu, aku harus menikah dengan orang yang tidak aku kenal sama sekali itu? Gila! Ini ide yang sangat konyol sepanjang hidupku”

Aku masih seorang perempuan yang tidak begitu peduli akan adanya seorang pasangan. Bukan karena trauma, tapi aku tidak ingin tergesa-gesa. Tergesa-gesa hanya akan membawaku pada hati yang salah. Buru-buru mencari tempat rebah hanya akan memperbanyak hati untuk singgah.

Tiba-tiba cafe ini mendadak sepi, seperti tidak ada kehidupan di dalamnya. Aku mendengar hembusan nafasku sendiri.

“Besok jam berapa pesawatmu terbang?” Tanya Maria memecahkan keheningan

“Jam 4.20 pagi”

“Hati-hati. Tak ada seorangpun yang kamu kenal di sana Ken”

Meskipun mengesalkan, tapi Maria adala orang yang paling perhatian dan selalu ada saat aku membutuhkannya.

“Kamu tenang saja Mar, bukankah memang seperti ini kehidupanku? Tidak ada yang perlu kau khawatirkan berlebih”

-

Seminggu sudah aku di sini, menghabiskan waktu dengan mengisap tembakau dan menyesap kopi dari kedai-kedai ternama di Pulau ini. Aku dapat melakukan apapun yang aku suka di sini. Seperti tidak takut akan kehabisan uang, Aku bisa membeli apa saja yang  ku mau, namun tidak dengan rasa cintanya (laki-laki penghianat) itu.

Sepanjang hari aku hanya memandangi lautan lepas dari villa tempat aku tinggal selama di Bali. Terkadang terlihat sangat menyenangkan dan menenangkan, saat bulan terpancar terang dan bintang datang untuk berlomba memancarkan cahaya siapa yang paling terang.

Terkadang semua nampak muram, saat mereka menghilang dan digantikan oleh rintik hujan.
Di sini, aku berubah menjadi sosok pe
mbenci hujan. Hujan  hanya datang disertai dengan kenangan yang mencetuskan kerinduan.

“Kak, kapan pulang?” Terlihat pesan singkat dari layar ponselku lalu menghancurkan lamunan sore itu.

Aku sengaja mengabaikan pesan dari adik semata wayangku itu. Aku sendiri tidak tahu kapan aku akan pulang. Menemui kedua orangtuaku, lalu dipaksa untuk menikah. Sungguh mengerikan!

Sejak ditinggalkan oleh laki-laki penghianat itu, kehidupanku seakan tak bertujuan. Ku kuburkan semua cita-citaku.

Tiba-tiba bulu mataku jatuh. Konon, jika bulu mata kita jatuh, pertanda ada yang sedang merindukan kita.

Apa aku harus mempercayai mitos bodoh ini? Mengurutkan huruf sesuai tanggal yang terhitung, kemudian huruf itulah yang menunjukkan siapa yang sedang merindukanku. Seperti itukah aku harus memperlakukan bulu mata ini? Berlebihan!

Mitos dibuat untuk mengisi budaya saja. Agar ada hukuman-hukuman yang dianggap nilai moral.

Aku masih terpaku dengan bulu mataku sendiri. Aku
meletakannya di atas telapak tangan. Aku apakan ini? Tidak peduli siapa, bulu mata terjatuh sudah pasti ada yang sedang merindukanku. Kenapa aku tidak menjadi seorang yang skepti
s saja, aku terbawa oleh kepercayaan ini. Siapa yang sedang merindukanku? Aku tidak pernah lagi mengenal seseorang hingga batas kerinduan.

Bagiku rindu bukan sewajarnya rasa yang boleh atau tidak ada dalam hati seseorang.

Rindu hanya ilusi. Bukan sebuah hal yang malaikat sengaja letakan di dalam hati. Rindu adalah Bahasa astral.
Dibuat-buat oleh khayalan masa lalu.

Ah! Bulu mata ini mengapa harus jatuh? Dia menghancurkan mentalku. Bukan aku yang sedang rindu, tapi mengapa aku yang resah. Aku beranomali di sore hari seperti ini, hampir saja aku memasang kembali satu helai bulu mataku tadi. Jika bisa.

Mungkin Mama yang sedang merindukanku, atau mungkin
laki-laki itu. Atau siapa? Rasanya aku ingin menjadi paranormal saja, agar tidak perlu pusing menebak-nebak soal siapa 
yang merindukanku.

-

Soal laki-laki penghianat yang sering aku sebut itu, ada tapi tidak benar. Soal laki-laki itu memang benar adanya, tapi soal penghianat, itu kurang benar, atau mungkin tidak pas. Dia bukan penghianat, dia laki-laki yang belum paham caranya untuk setia pada wanita yang benar mencintainya. Dia juga laki-laki yang menjadi tokoh utama di buku perdanaku, yang telah terbit satu tahun lalu. Dia, adalah laki-laki yang Tuhan kirimkan untuk menyelamatkanku dari kesesatan duniawi yang aku alami beberapa tahun silam. Tuhan mengirimkan seseorang yang berbadan tinggi, dadanya bidang, terasa hangat saat ku sandarkan badan dan lelahku di sana. Aku terbiasa dengan dia di sisiku. Dia, lelaki itu.

Aku tidak berpikir panjang untuk terus memuja, tanpa dasar apapun. Terjadi begitu saja.

Mungkin ini yang disebut cinta oleh orang-orang. Sederhana
sekali, cinta adalah dua liur yang saling bertukar, begitu kata mereka.

Tidak!

Tidak seperti itu cinta bagiku. Dan bukan cinta seperti itu yang aku inginkan. Namun cinta yang aku inginkan adalah cinta yang abadi selamanya.

Waktu itu sempat aku mengumpat kepada teman satu cermin, “Tidak waras! Cinta yang kamu cari itu tidak akan ada. Kecuali cinta itu adalah cinta dari orangtuamu, bukan laki-laki yang selalu ingin kau peluk itu” Mengingat hal ini, kopiku mendadak dingin, akal sehatku tiarap.

Manusia yang tengah jatuh cinta adalah manusia yang juga keras tempurung kepalanya. Dulu.

Aku yakin, laki-laki yang aku cintai itu juga sangat mencintaiku. Aku yakin kami akan hidup bahagia selamanya.

Ternyata aku harus menyerah. Dia memilih melepasku dan menyilakan aku kembali dalam kepahitan yang sudah dia selamatkan. Aku mati untuk yang kedua kali.

Kemarin, dia masih mendekapku kala malam, dan aku memijat keningmu sebelum pejam. Hari ini, semua berubah menjadi kenangan. Kenangan yang membuat kesakitan berumur panjang.

Sejak itu, aku melupakan apa itu cinta. Pelan-pelan aku mencoba bernapas kembali, meskipun aku belum bisa berhenti mencintainya. Banyak hal yang aku peras, akal sehat yang terpaksa tiarap, juga tumpang tindih perasaan ini. Merasakan semua hal yang terjadi dalam hidupku, termasuk putus cinta dengannya.

-

Malam ini kawanku berjanji akan datang menyusulku, pesawatnya akan tiba pukul 8 malam nanti. Aku kan menunggunya di cafe, tempat biasa aku menghabiskan tembakau seorang diri di Pulau Dewata ini. Malam ini, aku sengaja memesan beer untuk menyambut kedatangan kawanku itu. Sosok laki-laki yang nampak sepertimu. Aku melihat sebagianmu ada padanya. Aku masih selalu mencarimu pada sosok lain. Karena sebenarnya, memang kamu yang masih aku inginkan.

Di sela-sela tegukanku, aku tetap memuliakan kenangan akan kekasih lamaku yang tak terlupakan itu. Yang paling lembut dan paling liar, paling riang dan paling bijaksana.

Ah tidak.
Aku menyukai kawanku ini karena dia baik dan lucu. Bukan karena dia mirip denganmu. Sebut saja dia Felix.

Kedatangannya kembali meyakinkanku bahwa hidup akan tetap baik-baik saja, meskipun aku sudah terluka begitu hebat karena putus cinta.

          Selain menyamarkan luka, dia juga datang membawa kabar bahagia. Buku keduaku sudah selesai disunting dan akan segera diterbitkan oleh penerbit ternama. Kini aku yakin, semuanya akan kembali baik-baik saja setelah aku benar-benar rela, kau bahagia dengan wanita itu. Wanita yang sama sekali tidak aku sukai riasan pada wajahnya. Meskipun begitu, nyatanya kau lebih rela melihatku menangis, daripada melihatnya berlalu.

-

“Antarkan aku ke surga yang di dalamnya tidak ada janji dan manusia yang perlu meninggalkan manusia yang lain” pintaku dengan setengah sadar pada Felix.

Ternyata aku banyak minum malam ini. Pantas, kepalaku terasa berat. Seperti ada beberapa kilogram rambut yang tumbuh dengan cepat di kepalaku. Tapi aku tidak perlu khawatir. Felix sudah ada di sini bersamaku. Dia akan menjaga dan menemaniku sepanjang hari. Aku tidak lagi sendiri, dan tidak akan lagi membiarkan diri ini berdialog bodoh dengan cermin yang selalu aku jumpai.

Felix yang sudah meghadirkan kembali kehidupan, meskipun dia tak pernah menyuguhkan surga sekalipun seperti yang aku pinta. Namun dia hadir kembali di dimensi yang lain, dimensi yang tidak membuatku gila seperti ratusan malam kemarin.

          Aku berjanji  pada diriku sendiri, akan menempuh cara
apapun agar tidak melukainya. Sebab, aku pernah terluka begitu hebat. Sakir. Sakit sekali, dulu.

Untuk laki-laki penghianat itu, satu hal yang perlu kamu tahu, kini aku berhenti mencari yang lebih baik darimu. Sebab, segala apa yang aku semogakan telah hadir bersamanya. Hingga akhirnya, aku berani memanggilnya dengan sebutan Felix sayang.

Untuk yang terakhir kalinya, aku memeluk bayangan laki-laki penghianat itu di balik kelopak  mataku.

Untuk yang terakhir kalinya, aku melepaskan cinta, luka dan benci sekaligus.

Untuk yang terakhir kalinya, aku melihat dan memuja diriku sendiri di dalam cermin, tampa dialog bodoh seperti ratusan hari kemarin.

Tak usah pertanyakan relaku.  Sebab, aku sudah. Tidak perlu lagi merasa bersalah ,karena telah menyerah dan membiarkan sebuah harapan di hari esok layu sebelum rekah. Katakan pada kekasihmu yang baru, bahwa denganku, ia tidak usah cemburu. Aku akan berhenti merapal namamu di setiap doaku.

-

Tentang kerinduan dan bulu mata itu. Rindu kepada apa dan siapa, entahlah. Kalimat halus yang kembali menyesakkan dadaku.
Yang jelas, bukan laki-laki penghianat itu yang merindukanku. Mama, iya. Pasti mamaku.

Aku akan pulang, bersama Felix.

Buku keduaku telah terbit bersamaan dengan kepulanganku ke rumah orangtuaku. Aku pulang dengan gaun hitam, yang waktu itu aku kenakan di malam terakhir. Malam penuh dusta. Malam di mana laki-laki yang sangat akucintai itu pergi saat hujan belum reda. Aku ingin mengubah takdir gaun ini.

Dari kejauhan, nampak Maria sahabatku dan orangtua serta adik semata wayangku berdiri di depan pintu bandara untuk menyambut kepulanganku.

Aku terdiam, terharu dan merasa sangat bersalah kepada mereka. Bibirku kugigit kencang, agar air mataku tidak terjatuh.

Keplalaku mendongak, lalu tersentak. Aku terkejut, lalu tersenyum. Seketika, aku punya harapan. Seketika, aku merasa dibutuhkan.

Felix, laki-laki yang menemani perjalanan karirku setelah kepergianmu. Dia akan ku kenalkan dengan orangtuaku. Namun sebagai teman, tidak sepertimu dulu. 

Mungkin aku masih trauma. Kamu, yang dengan yakinnya  aku kenalkan sebagai kekasihku pada orangtuaku l, sepulang dari gereja waktu itu, ternyata tak lebih dari seorang laki-laki pendusta. 

Namun soal menikah, aku tidak tahu. Apakah aku akan menikah dengan Felix, atau laki-laki yang dipilihkan oleh orangtuaku. 

Saat aku mengatakan aku mencintainya pun, bukan berarti aku harus menikah dengannya. Cinta dan pernikahan tidak ada hubungannya. Cinta, ya cinta. Menikah, ya menikah. Hanya orang beruntung yang menikah dengan orang yang dicintainya, atau saling mencintai.

5 comments:

  1. Very well sis, sangat menarik tulisannya.👏👍
    ~hi movers Limpung~

    ReplyDelete
    Replies
    1. Terimaksih Pak Projo, sudah berkenan membaca🙏🏼
      Sehat selalu ya pak😊

      Delete
  2. Tulisan yang menarik. Lanjutkan, Eta

    ReplyDelete
  3. Lanjutkan, Eta. Tulisan yang menarik.

    ReplyDelete