tanvirahmed.com |
Di sudut ruangan
ini kami terbiasa berdiskusi
Meminta batuan menyunting tulisan, menyusun kata kata yang baik dan banyak bertanya, itu yang
sering saya lakukan dengannya. Tapi dia sering menyebut ini adalah sebuah
diskusi. Bukankah lebih tepatnya seperti guru dan murid, dia yang banyak mengajari
dan saya yang selalu bertanya.
Kami gemar duduk
di sofa sudut ruang ini. Ruang Tunggu nama Cafe yang berada persis di sudut
tikungan tempat para perantau berlalu lalang. Ruang dimana kami berdua
dipertemukan dan menjadi saling kenal sampai menjadi kawan.
Angga, kawan yang
memiliki hobi sama dengan saya, menulis dan membaca. Tapi dia lebih serius
dengan hobinya. Begitu banyak buku tertata rapi di kamarnya. Sama dengan halnya
menulis, dia begitu perfect dan membuat tulisan-tulisan yang sangat menarik
untuk dibaca.
Blogger, bisa
dibilang seperti itu. Dari pengalamannya yang bernah hidup di Negeri Sakura dia
mulai menulis blog yang dipenuhi dengan konten menarik. Saya yang awalnya
memiliki hobi menulis dan membaca musiman terkena candu olehnya.
Setelah saya
menulis, dia adalah editor sebelum tulisan itu saya posting ke blog pribadi
saya. Semua pertanyaan dapat dia jawab dengan sabar dan baik. Saya lebih sering
bertanya dan meminta bantuan dibanding dia. Tapi dia selalu meminta saya untuk
menyebutnya ini adalah sebuah diskusi karena kita sama-sama sedang belajar. Ah
tidak adil,karena saya jarang sekali memberi masukan apapun untuk dia.
Dua leptop yang
terbuka dalam satu meja diramaikan dengan dua gelas kopi, tanaman kaktus, dan
beberapa putung rokok yang berserakan adalah pemandangan yang asik untuk kita
menyelesaikan tulisan-tulisan baru. Sesekali diambilnya gitar saat sudah mulai
suntuk sebelum akhirnya kembali menulis dan berdiskusi hingga fajar datang.
Setiap hari dan selalu diulang.
Kini, hanya ada
satu leptop diatas meja dan secangkir kopi yang cepat sekali habis karna tak ada
teman berdiskusi. Meja yang sepi. Sudut ruangan yang sunyi.
Disini saya
pernah berjanji akan kembali untuk berdiskusi. Ternyata kamu juga pergi. Kita
sama-sama meninggalkan kota ini dan kebiasaan di sudut ruangan ini.
Diskusi demi
diskusi selanjutnya hanya bisa dilakukan dengan chat whatshapp dengan sinyal
yang sangat terbatas. Kau selalu menanyakan hariku, pekerjaanku dan tulisanku.
Masih tetap menjadi teman baikku.
Ruang tunggu,
Maret 2019
No comments:
Post a Comment